Dzulhijjah Bulan Yang Mulia

Dzulhijjah Bulan Yang Mulia

AHAD 05 Dzulhijjah 38/270817.


Ya ALLAH..
Di bulan yang mulia, di waktu yang mulia, dengan amalan-amalan yang mulia, oleh para hamba-hambaMu yang Engkau muliakan dan di sebagian  tempat-tempat yang mulia. 

Ya ALLAH..
Bimbinglah kami   menjadi hambaMu yang bertaqwa, taat  beramal, bersilaturrahim, berinfak, berqurban dan bermuamalah dengan baik.

Ya ALLAH..
Berikan kepada kami kekuatan, kesehatan jasmani dan rohani.
mudahkan segala urusan kami.
berikan kesembuhan kepada yang sakit dari keluarga dan saudara kami.  

Ya ALLAH..
Jadikan haji para hujjaj menjadi HAJI YANG MABRUR..

Ya ALLAH..
Mudahkan rizki, bukakan pintunya, berkah dan banyakkan rizki kami dan bagi saudara kami semua.

Ya  ALLAH..
Jadikan anak-anak dan cucu kami menjadi sholih sholihah, aman dan selamat.

Ya ALLAH..
Khusushon kpd saudara-saudara kami yang sakit, yang terjepit kondisi dan kebutuhan.

Ya ALLAH, ya RAHIM ya Dzal Jalali wal ikrร m.

Perkenankan do'a kami untuk mereka semua, terima Do'a kami utk mereka wahai dzat pengabul do'a ya ALLAH ya ALLAH ya ALLAH..

 AMIN AMIN AMIIN YA MUJIBASAAILIN..
Read More
Viral, Jamaah Haji Lantunkan Sholawat di Bandara Jeddah

Viral, Jamaah Haji Lantunkan Sholawat di Bandara Jeddah

Di saat-saat musim haji seperti ini, Bandara di Negara Saudi, terutama Jeddah dan Madinah menjadi bandara yang tersibuk, karena juta-an umat Islam dari seluruh dunia yang hendak menunaikan Ibadah Haji memasuki Kota Mekkah dan Madinah.


Ini mengakibatkan antrian yang cukup panjang di Imigrasi. Jamaah Indonesia, yang merupakan rombongan terbesar, mempunyai ide kreatif untuk mengusir kejenuhan karena antri-an yang panjang dan cukup lama. Mereka menyenandungkan Sholawat kepada Nabi.

Berikut Videonya :

Read More
Andaikan Ini Idul Adha Terakhir-ku..

Andaikan Ini Idul Adha Terakhir-ku..

source: alfaisalmarzuki.blogspot.com
Sahabat-sahabatku yang disayang Allah... Jika Allah SWT berkenan memanjangkan umur kita, insha Allah kita akan mendapat anugerah besar yakni berjumpa dengan 10 hari Pertama bulan Dzulhijjah. Sungguh 10 hari ini merupakan HARI-HARI EMAS kita. Seriuuus! Ini BETUL-BETUL hari-hari EMAS kita.

Yuk, Jujur kepada Allah, bagaimana selama ini kita mengisi hari-hari EMAS tersebut di tahun-tahun sebelumnya! Se-GIGIH apakah kita dalam merebut keutamaan-keutamaannya, se-RAKUS apakah kita memburu limpahan pahalanya, se-LAHAP apakah kita mereguk segala keberkahannya? Sungguh, dahulu hari-hari ISTIMEWA itu lebih banyak kita lalaikan dan abaikan. Padahal:

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

"Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga (dibandingkan dengan) jihad fi sabilillah?. Beliau menjawab : Ya, Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun”. (HR. Al-Bukhari)

Berdasarkan tuntunan Rasulullah SAW dan para ulama, amalan utama yang biasa dianjurkan untuk dilakukan di 10 hari yang agung itu adalah ber-Haji, meningkatkan kualitas shalat wajib, puasa sunnah, berqurban, serta memperbanyak dzikir seperti, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir. Banyak dalil dan penjelasan ulama tentang amalan-amalan tersebut.

Namun mungkin banyak kaum muslimin yang belum sadar bahwa ada amalan-amalan utama lain yang tidak boleh diabaikan dan harus mendapat perhatian serius untuk dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, yakni:

1. Bertaubat kepada Allah dengan lebih SUNGGUH-SUNGGUH

Perintah dan keutamaan bertaubat begitu bertebaran dalam Quran dan Hadits, sebagaimana melimpah dalam sirah Rasulullah dan Salafush Shalih. Begitu pentingnya taubat, sampai-sampai Allah juga memerintahkan kita untuk bertaubat dengan bahasa yang "genting", yakni Bersegeralah (lihat dan resapi QS. 3:133) dan Berlomba-lombalah (lihat dan resapi QS. 57:21).

Amalan mulia ini meliputi hujan istighfar (dengan bertubi-tubi membaca doa taubat Nabi Adam, Nabi Yunus, Rasulullah SAW dan sayyidul Istighfar); shalat taubat; meminta maaf kepada orang-orang yang pernah dizhalimi; menebus dosa dengan mengganti kerugian yang diderita orang lain dan atau bersedekah.

2. Membahagiakan Orang Tua semaksimal mungkin

Demi Allah! Ini amalan yang luar biasa besar pahala dan manfaatnya buat kehidupan dunia akhirat kita. Perintah berbakti kepada orang tua disebutkan langsung setelah perintah mentauhidkan Allah (lihat dan resapi QS. 17: 23).

Membahagiakan orang tua di hari istimewa tersebut sungguh luar biasa pahala dan kemuliaannya. Bahkan walaupun hanya dengan kata-kata yang kelihatannya sepele, misalnya: "Mama-Papa, terimakasih atas curahan cinta dan pengorbananmu. I Love You". 

Lebih utama lagi jika ungkapan cinta itu diiringi pelukan sayang yang tulus. Dan lebih dahsyat lagi jika diiringi hadiah spesial berupa doa terbaik serta membelikan hewan qurban untuk beliau, atau berwakaf atas nama beliau (khususnya orang tua yg sudah tiada).

3. Menggetolkan diri dalam menuntut ILMU

Ilmu adalah pupuk keimanan dan pangkal amal. Kebahagiaan dan keselamatan kita berawal dari hidayah Allah yang datang melalui cahaya ilmu. Terlalu banyak dalil Quran dan Hadits serta penjelasan para ulama tentang amalan agung yang satu ini. 

Maka isilah 10 hari dzulhijjah ini dengan memperbanyak mengkaji Quran dan Sunnah, melalui kajian-kajian secara langsung di masjid-masjid, maupun dengan mengikutinya dari TV dan Radio Islam, youtube dll; serta dengan mentadabburi Quran secara mandiri atau banyak membaca buku Islam.

4. Mendoakan orang lain sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin

Betapa kemuliaan mendoakan orang lain ini sering kali kita lupakan. Kita terlalu egois hanya memikirkan hajat kita sendiri. Padahal salah satu rahasia terkabulnya doa kita adalah justru dengan banyak mendoakan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)


5. Ringan hati untuk menyebarkan seluas-luasnya pesan kebajikan ini.

Berbagai kemudahan dan fasilitas di era digital ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam rangka mengokohkan dan meluaskan dakwah, mensyiarkan agama Allah. Pesan-pesan kebajikan semacam ini penting untuk diketahui oleh kaum muslimin. Amalan ini masuk dalam kategori amal shaleh secara umum yang bisa dilakukan di 10 hari pertama Dzulhijjah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini”. (HR. Ahmad)

Semoga Idul Adha tahun ini menjadi yang terbaik dalam hidup kita sebelum ajal kita tiba, yakni yang bisa menghapus semua dosa-dosa kita; membuat tauhid kita semakin kokoh; menjadikan ibadah kita benar, ikhlas dan khusyu; mengupgrade akhlak kita lebih mulia; mensucikan jiwa kita; serta semakin membahagiakan kehidupan kita di dunia dan akhirat. 

Selamat merebut dan mereguk limpahan pahala, berkah, hidayah dan rahmat di 10 hari Dzulhijjah yang indah ini. Salam takzim

NB: 
Jika Anda berkenan menambah pahala dan kemuliaan di momentum 10 hari Pertama Dzulhijjah Anda ini, maka dengan hormat:

1. MOHON TITIP doa utk Rumah Autis & Sakura, agar semakin bertambah para pe-qurban yang mau berqurban di ladang amal soleh istimewa ini (karena masih jarang yang mau berqurban bagi anak-anak berkebutuhan khusus dhuafa, kebanyakan berqurban di masjid dan panti yatim). 

2. MOHON doakan Juga untuk bertambahnya dana WAKAF pembebasan lahan untuk penambahan ruangan kelas Sekolah Sakura dan pembangunan Pesantrin Sakura.

3. Jangan sepelekan amal soleh kecil, yakni bersedekah barang-barang bekas (apapun) di rumah/ kantor/ tempat usaha Anda (baik layak pakai atau rusak), karena "SISA-SISA TAK SELALU SIA-SIA". Apalagi barang-barang bekas Anda ternyata insya Allah bisa menyelamatkan Anda dari api Neraka. Rasulullah SAW bersabda:

“Berlindunglah kalian dari api neraka walaupun dengan separuh kurma (sudah sisa, tdk utuh lagi)” (Muttafaq ‘Alaih)

Penulis : Deka Kurniawan (Pengelola Rumah Autis & Sekolah/ Pesantrin Shibghah AKhlak Quran)

Jazakumullah khairan atas perhatian dan kesediaan untuk memforward pesan ini ke seluas-luasnya jaringan Anda, juga atas kemuliaan Anda untuk mendukung ketiga program kami di atas (Qurban, Wakaf, dan Sedekah Barang). Barakallahu fiikum..
Read More
Fakta Sejarah : Peran Al-Washliyah dan Misi Haji Indonesia dan Kemerdekaan

Fakta Sejarah : Peran Al-Washliyah dan Misi Haji Indonesia dan Kemerdekaan

source : kabarwashliyah.com
SEJARAH haji Indonesia pernah mencatat pada 1921 ada upaya pergerakan umat ketika itu untuk melakukan perbaikan haji yang dipelopori KH. Ahmad Dahlan atas keterbatasan fasilitas yang diberikan Belanda yang kurang bermartabat, yaitu berangkat haji melalui kapal pengangkutan barang yakni Kapal Kongsi Tiga. Namanya saja kapal angkut barang dagangan, tentu jemaah haji akan bersama barang dagangan termasuk hewan ternak didalamnya.

Kenyamanan, pasti tidak nyaman. Bagaimana bisa memperoleh kenyamanan ketika istirahat bersamaan dengan barang dagangan dan ternak. Tentu juga kurang merasa aman dengan situasi seperti itu. Walau seperti itu kondisinya, tetap tidak mengurangi keinginan dan niat umat masa itu untuk beribadah haji. Keterbatasan fasilitas dan masih dalam bayang-bayang imperialisme Belanda tetap saja jemaah haji Indonesia berangkat dan malah meningkat sejak 1910.

Pergerakan perbaikan haji tersebut, menuntut pengelola Kapal Kongsi Tiga melakukan perbaikan pelayanan dalam pengangkutan jemaah haji. Hingga volksraad (semacam lembaga dewan pimpinan rakyat Hindia Belanda) mengadakan perubahan pada Pilgrims Ordonantie (semacam undang-undang tentang haji) pada 1922, berdasarkan masukan dari diutusnya KH. M. Sudjak dan M. Wirjopertomo ke Mekkah oleh Muhammadiyah (berdiri 18 November 1912, Yogyakarta) untuk meninjau dan mempelajari masalah pengangkutan haji. Hasil tersebut ditetapkan dalam Pilgrims Ordonantie tahun 1922 oleh pemerintah Hindia Belanda.

Pada 1928 Muhammadiyah gencar melakukan sosialisasi perbaikan layanan haji, sedangkan Nahdhatul Ulama (berdiri 31 Januari 1926 di Jawa Timur) melakukan hubungan kekerabatan dengan Arab Saudi melalui delegasinya saat itu KH. Abdul Wahab Abdullah dan Syeikh Ahmad Chainaim Al Amir untuk menghadap Raja Saud untuk meminta diberikan kemudahan dan kepastian tarif haji yang kala itu diselenggarakan oleh para syeikh, namun tetap tarif ditentukan.

Akhirnya 1932, Pilgrim ordinantie 1922 pada artikel (semacam pasal dalam undang-undang) 22 diubah dengan adanya tambahan artikel 22a melalui Staatblaad (semacam lembar negara saat itu) Tahun 1932 Nomor 544. Perubahan itu yang memberikan dasar hukum atas pemberian ijin bagi organisasi bangsa Indonesia yang dapat dipercaya dengan baik (banafide) untuk mengadakan pelayaran haji dan perdagangan.

Dalam perkembangan selanjutnya pada 1948 pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Agama di bawah pimpinan Menteri Agama kala itu, KH. Masjkur mengambil kebijakan, mengirim misi haji I ke Makkah di bawah pimpinan KRH. Moh. Adnan dengan anggotanya antara lain: Ustadz H Ismail Banda (salah satu pendiri Al Washliyah yang berdiri 30 Nopember 1930), H Saleh Suady, H Samsir Sultan Ameh, untuk menghadap Raja Saudi Arabia Ibnu Saud.
Pada kesempatan itu, salah satu misi haji Indonesia Ustadz Ismail Banda melalui orasi politiknya melalui media pers Arab Saudi memperkenalkan perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan kolonial Belanda. Hasil positif dari diplomasi haji Indonesia ini yaitu mendekatkan negara-negara arab dan dunia Islam kepada perjuangan bangsa Indonesia dalam kemerdekaan. Secara politis menggugah simpati negara-negara Islam, sehingga baik defacto maupun dejure, mereka mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Pada tahun itu juga bendera Merah-Putih pertama kali dikibarkan di bumi wukuf, Arafah.

Saat yang sama konsulat Belanda di Arab Saudi juga mengirim misi haji, tetapi dengan kedatangan missi haji dari Indonesia versi Belanda yang dipimpin KH. M. Adnan ini, tidak mendapat perhatian dari pemerintah Arab Saudi.

Itulah bukti rekam sejarah bagaimana peran serta amirul, naib dan anggota amirul haj dalam perhajian di Indonesia. Dapat dijelaskan, peran mereka vital terkait regulasi, politik, ekonomi, sosial dan budaya Indonesia dalam hubungan internastional melalui haji. Rekam sejarah ini tidak terbantahkan, karena ini adalah salah satu bukti riil urgen dan eksistensinya (mereka), kala itu disebut misi haji.

Mereka berasal dari orang-orang pilihan. Orang pilihan dari berbagai unsur representatif umat. Orang yang dihormati, disegani, berwibawa, dan tentu orang yang memiliki keilmuan pada bidang masing-masing. Kualitas ilmu dan imannyapun tentu di atas rata-rata. Itulah sebabnya mengapa misi haji itu berjalan sesuai dengan misi yang diamanahkan. Karena ada tugas, ada fungsi, ada tanggung jawab dan ada manfaat atas kehadirannya.

Tugas mereka ini penting, sejarah menjadi motivasi untuk berbuat sesuatu yang lebih bermakna dan bermanfaat, baik bagi umat dan tentu bagi bangsa dan negara. Saat pra Armina, Armina, pasca Armina dan pembicaraan informal dengan pihak kerajaan Arab Saudi dalam menjajaki potensi, membuka ruang dan pengembangan baru pada aspek investasi, ekonomi dan budaya antar negara sahabat pada dimensi haji dan umrah.

Bisa saja mereka dibutuhkan pada satu ketika pada dimensi umrah sebagai dampak tingginya angka populasi antrian jemaah, hingga umrah menjadi opsi masyarakat untuk berkunjung ke Baitullah.[]

Oleh: Affan Rangkuti
Read More
Mendapatkan MABRUR sebelum HAJI

Mendapatkan MABRUR sebelum HAJI

Seorang Asep Sudrajat (61 tahun) bersama Asih, istrinya mewakili seseorang yang mabrur sebelum berhaji, Insya Allah. Hampir selama 20 tahun mereka menabung demi mewujudkan cita-cita mulia. Memenuhi panggilan Allah menuju tanah suci Mekah Al Mukarramah. Niat yang kuat dibuktikan dengan usaha sungguh-sungguh, mengumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil warung kecil mereka yang seadanya.

Rp 50.830.000 terkumpul sudah. Hampir mencukupi untuk ongkos haji yang 27 juta rupiah per orang, ketika itu. Hanya perlu menambah sedikit agar benar-benar pas. Menabung satu tahun lagi barangkali tercukupi.

Niat sudah lengkap, Tekad sudah bulat. Mereka akan segera mendaftar di hari-hari depan. Hari-hari berikutnya mereka semakin giat berdagang. Menyisahkan hasil meski kecil. Hingga suatu pagi mereka mendengar kabar bahwa Kang Endi, kawan karibnya sesama jamaah masjid Ash-Shabirin, mendadak sakit. Ia dirawat di RS Hasan Sadikin, Bandung. Asep pun segera menjenguknya.

Kang Endi dirawat di ruang ICU. Tumor ganas menyerang dan menjalar. Begitu diagnosis dokter. Bergidik Asep mendengarnya. Ia besarkan hati sahabatnya untuk sabar, tawakal dan berdoa.

Hari kedelapan Kang Endi dipindahkan ke ruang kelas 3. Kamar yang gelap, pengap, berbau tak sedap dan cukup berantakan.

Hari kesebelas, saat Asep di sana, seorang perawat membawa surat. Tawaran untuk operasi tumor ganas. Biayanya hampir 50 juta rupiah. Dengan ekonomi yang sangat terbatas, keluarga Kang Endi hanya bisa gigit jari. Kondisinya semakin parah. Badannya semakin kurus dan lemah. Sorot matanya redup dan tak bisa bicara. Terkulai tak berdaya. Di pinggir ranjang. Asep sahabatnya mengambil keputusan besar. Berpamitan pulang.

Sesampai di rumah, Asep menyampaikan keputusannya kepada Asih, sang istri. “Bu, kondisi Kang Endi semakin memburuk. Bapak tidak sanggup melihat penderitaannya", papar Asep sambil bercerita lirih solusi yang ditawarkan pihak rumah sakit.

“Kasihan mereka ya Pak! Kita bisa bantu apa?” tanya Asih, iba dan trenyuh. “Kalau ibu berkenan, bagaimana bila dana tabungan haji kita diberikan saja kepada mereka semua untuk biaya operasi?” Asep menawarkan. Asih sempat kaget. “Diberikan? Waduh Pak, hampir 20 tahun kita menabung. Masak cita-cita ini pupus seketika dengan membantu orang lain?” tutur Asih memelas.

“Bu, banyak orang yang berhaji tapi belum tentu mabrur di sisi Allah. Mungkin ini jalan buat kita untuk meraih keridhaan Allah. Bapak yakin, bila kita menolong saudara kita, Insya Allah, kita pun akan ditolong Allah,” nasihat Asep.

Kalimat demi kalimat dari lidah suami yang penuh wibawa itu menyirami relung hati Asih. Istri shalihah itu pun akhirnya mengangguk setuju. Esok paginya, Asep dan Asih datang ke rumah sakit. Mengajak bicara istri Kang Endi sekaligus menyerahkan uang tabungan haji mereka.

Istri Kang Endi tersentak, menangis, dan tak bisa berkata apa-apa. Suasana haru menyelimuti mereka. Uang itu dibawa ke bagian administrasi. Formulir diisi. Besok paginya jam 08.00 operasi tumor pun dijalani. Alhamdulillah.

Esoknya, sebelum operasi, dokter spesialis tulang yang selama ini menangani Kang Endi sempat berbincang dengan pihak keluarga. “Doakan ya agar operasi berjalan lancar! Oh ya, kalau boleh tahu, dari mana dana operasi ini?” Tanya dokter yang tahu persis kondisi ekonomi keluarga Kang Endi.

“Alhamdulillah. Ada seorang tetangga kami yang membantu Dok. Namanya Pak Asep,” jawab istri Kang Endi.

“Memangnya, beliau usaha apa? Kok mau membantu dana hingga sebesar itu?” Di benak sang dokter, pastilah Asep seorang pengusaha sukses.

“Dia cuma usaha warung kecil saja kok di dekat rumah kami. Saya sendiri nggak percaya waktu dia dan istrinya memberikan bantuan sebesar itu,” tambahnya.

Alhamdulillah. Akhirnya operasi berjalan lancar. Seluruh keluarga, dokter dan perawat merasa gembira. Kang Endi tinggal menjalani masa penyembuhan pasca operasi. Selama itu, Pak Asep masih sering menjenguknya.

Suatu hari Asep dan sang dokter yang sedang memeriksa Kang Endi pun berkenalan. Dokter memuji kemurahan hati Pak Asep. Pak Asep hanya mampu mengembalikan pujian itu kepada Allah. Dokter itu kemudian meminta alamat Asep.

Beberapa pekan berlalu, Kang Endi sudah pulang dari rumah sakit. Malam itu, Asep dan Asih tengah berada di rumahnya. Warung mereka belum lagi tutup. Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan pagar rumah mereka. Namun Asep dan Asih tak bisa mengenali mereka. Begitu mendekat, tahulah Asep pria yang datang adalah dokter yang merawat Kang Endi. Ia datang bersama istrinya.

Asep kikuk saat menerima mereka. Seumur hidup belum pernah menerima ‘tamu besar’ seperti malam itu. Mereka pun dipersilahkan masuk. Diberi sajian ala kadarnya. Mereka terlibat pembicaraan hangat. Asep pun menanyakan maksud kedatangan mereka. Dokter mengungkapkan niat mereka bersilaturrahim seraya menyatakan keharuannya terhadap pengorbanan Asep dan istrinya. “ Kami ingin belajar ikhlas seperti Pak Asep dan Ibu,” ungkap sang dokter penuh perasaan. Asep mengelak. Merendah.

“Pak Asep dan Ibu, saya dan istri berniat menunaikan haji tahun depan. Saya mohon doa Bapak dan Ibu agar perjalanan kami dimudahkan oleh Allah Ta’ala. Saya yakin doa orang-orang shalih seperti Bapak dan Ibu akan dikabulkan Allah,” lanjut sang dokter. Berkali-kali Asep dan Asih mengaminkan, walau ada sedikit rasa sedih dan getir. Sebab tahun depan mereka juga seharusnya bisa berangkat ibadah haji.

“Tapi, supaya doa Bapak dan Ibu semakin dikabulkan oleh Allah, bagaimana jika Bapak dan Ibu berdoanya di tempat-tempat yang mustajab?” papar sang dokter sambil menatap Asep dalam-dalam.

Asep sempat bingung, tapi ia beranikan diri untuk bertanya ”Maksud Pak Dokter?”

“Maksud kami, izinkan saya dan istri mengajak Bapak dan Ibu untuk berhaji bersama kami dan berdoa di sana sehingga Allah mengabulkan doa kita semua,” tutur sang dokter penuh suka cita.

Asep dan Asih tiba-tiba diam. Saling berpandangan. Hening. Tak ada jawaban dari Asep dan Asih. Hanya ada derai air mata Asep dalam pelukan erat sang dokter, dan uraian tangis haru Asih dalam pelukan istri sang dokter. Dan, di ujung malam itu, tangis Asep dan Asih semakin meledak dalam sujud-sujud yang teramat syahdu dan dalam pijar-pijar syukur yang menyala indah.

*
Subhanallah wa Allhamdulillah. Tiada kata yang bisa mewakili kecuali hanya kepada keagungan Allah kita memasrahkan diri.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, nisacaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” ( Q. S. Muhammad : 7)

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan berbagai kesulitannya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan orang yg sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat” (HR. Muslim).

Wallahu’alam bishshowab…

(Kisah nyata dikutip dari majalah Hidayatullah edisi Desember 2007)


Ya Allah...
๐Ÿ˜Š✔ Muliakanlah orang yang membaca status ini
๐Ÿ˜Š✔ Lapangkanlah hatinya
๐Ÿ˜Š✔ Bahagiakanlah keluarganya
๐Ÿ˜Š✔ Luaskan rezekinya seluas lautan
๐Ÿ˜Š✔ Mudahkan segala urusannya
๐Ÿ˜Š✔ Kabulkan cita-citanya
๐Ÿ˜Š✔ Jauhkan dari segala Musibah
๐Ÿ˜Š✔ Jauhkan dari segala Penyakit, Fitnah,Prasangka Keji, Berkata Kasar, dan Mungkar, 

Allahumma shalli alaa Muhammadin wa alaa aaly Muhammad

Read More
Tips Belanja Bagi Jamaah Haji di Tanah Suci

Tips Belanja Bagi Jamaah Haji di Tanah Suci

Jamaah haji Indonesia terkenal hobi belanja dan saat musim haji banyak jemaah yang memborong oleh-oleh meski baru datang di Tanah Suci. Saat ini sudah banyak toko yang namanya berbahasa Indonesia di sekitar pemondokan.
Jamaah Haji sedang Berbelanja

Karena senang berbelanja, jatah uang saku sebesar 1.500 riyal per jamaah haji – yang seharusnya untuk biaya makan selama di Tanah Suci – justru habis untuk belanja. Karena itu, penting untuk mengatur atau merencanakan pengeluaran selama di sana.

Berikut ini tips bagi jamaah haji saat berbelanja di Tanah Suci:

1. Buat perencanaan atau daftar barang yang diperlukan dan dibutuhkan. Agar tidak boros dan sesuaikan dengan kondisi keuangan.

2. Jangan memaksa membeli, karena ada barang-barang yang bisa dibeli di Tanah Air dan harganya justru lebih murah.

3. Pilih waktu yang tepat, jangan sampai lupa bahwa tujuan utama di Tanah Suci adalah beribadah. Jangan sampai keinginan berbelanja justru mengganggu waktu ibadah.

3. Pilih pusat perbelanjaan agar dapat harga yang murah, berbelanja di pasar oleh-oleh. Seperti Pasar Zakfariah di Mekah, Pasar Balad dan Bab Mekah di Jeddah, serta Pasar Kurma dan pusat pertokoan di basement Taiba Arac Hotel di Madinah.

4. Bila tidak ingin pergi jauh, berbelanja di penjual oleh-oleh dadakan di dekat hotel yang harganya juga relatif sama. Tapi Anda harus pandai menawar.

5. Siapkan uang riyal sejak di Tanah Air agar tidak kena biaya tambahan bila di menukar di Tanah Suci. Tapi jemaah bisa mengambil di ATM bank setempat dengan menggunakan kartu debit bank Indonesia.

5. Survei di beberapa toko untuk membandingkan harga. Setelah memutuskan barang yang diinginkan, tidak ada salahnya untuk menawar lebih dulu. Apalagi bila membeli dalam jumlah banyak. Cari penjaga yang warga Indonesia.

6. Jemaah harus teliti memilih barang, harus bisa membedakan barang asli dan barang palsu. Contoh tasbih kayu koka. Jangan tergiur dengan harga yang tidak wajar.

7.Penting untuk mengingat batas maksimum barang bawaan. Ini agar barang bawaan tidak melebihi batas maksimum dalam penerbangan pulang. Seorang jemaah hanya dibatasi 32 kg. Jangan sampai ada barang yang terpaksa ditinggalkan karena kelebihan kuota. Jika terpaksa 
Read More
Bersentuhan dengan Bukan Mahram saat Thawwaf, Batalkah ?

Bersentuhan dengan Bukan Mahram saat Thawwaf, Batalkah ?

Thawaf merupakan salah satu rukun haji dan umroh yang tidak bisa ditinggal atau diwakilkan kepada siapapun. Pada tahun 2016, jamaah haji mencapai 1,8 juta orang lebih dengan masing-masing hujjaj mempunyai rukun haji yang sama yaitu menjalankan thawaf, belum lagi mereka yang menjalankan thawaf sunah, berapa banyak kelipatannya.

source : flickr

Merupakan hal yang cukup sulit bagi siapa saja untuk bisa mencari waktu senggang, mencari waktu di mana Masjidil Haram sepi dari lautan manusia di musim haji sehingga mereka bisa menjalankan thawaf secara leluasa tanpa bersentuhan lawan jenis, cukup susah.

Jamaah haji asal Indonesia didominasi pengikut madzhab Syafi'i yang berarti mereka mengikuti pendapat bahwa bersentuhan antara laki-laki dan perempuan tanpa penghalang adalah salah satu hal yang bisa membatalkan wudhu sebagaimana pendapat yang masyhur dalam kalangan Syafiiyah.

Ada pendapat lintas madzhab yang menyatakan bahwa bersentuhan lain jenis tidak membatalkan wudhu selama tidak syahwat namun dengan syarat harus pindah ke madzhab lain (intiqalul madzhab). Konskuensinya jika seseorang ingin pindah ke luar madzhab syafi'i maka harus pindah satu paket (satu qadliyah). Artinya mengikuti madzhab lain itu mulai dari syarat rukun hingga batalnya wudhu, tidak boleh setengah-setengah. Bagi masyarakat umum, hal ini cukup rumit.

Sayid Abdurrahman Baalawi mengeluarkan sebuah kutipan tentang intiqalul madzhab yang bersumber dari Al-Kurdi dalam Al-Fawaidul Madaniyyah yang mengemukakan bahwa lebih baik mengikuti pendapat lemah dalam satu madzhab dari pada taklid (mengekor) kepada madzhab lain karena kesukaran dalam memenuhi segala syarat-syaratnya.

... ู†ุนู… ููŠ ุงู„ููˆุงุฆุฏ ุงู„ู…ุฏู†ูŠุฉ ู„ู„ูƒุฑุฏูŠ ุฃู† ุชู‚ู„ูŠุฏ ุงู„ู‚ูˆู„ ุฃูˆ ุงู„ูˆุฌู‡ ุงู„ุถุนูŠู ููŠ ุงู„ู…ุฐู‡ุจ ุจุดุฑุทู‡ ุฃูˆู„ู‰ ู…ู† ุชู‚ู„ูŠุฏ ู…ุฐู‡ุจ ุงู„ุบูŠุฑ ู„ุนุณุฑ ุงุฌุชู…ุงุน ุดุฑูˆุทู‡ ุงู‡ู€. 

Artinya, “..... iya memang, dalam Al-Fawaidul Madaniyah karya Al-Kurdi, bahwa taklid pada satu pendapat atau wajah yang dhaif dalam satu madzhab dengan (memenuhi) syaratnya itu lebih utama dari pada taklid kepada madzhab lain karena susah terpenuhi berbagai macam syaratnya, (Lihat Sayyid Abdurrahman Ba‘alawi, Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 16).

Dalam masalah thawaf, yang susah untuk dihindari adalah sentuhan antara laki-laki dengan perempuan lain yang bukan mahram. Imam Nawawi mengatakan, sentuhan lain jenis dalam thawaf tersebut merupakan cobaan yang umum.

Ia menceritakan ada sebagian pandangan dalam madzhab Syafi'i yang menegaskan di antara orang yang berlainan jenis jika bersentuhan itu mempunyai hukum dua sisi. 

Sisi yang pertama adalah bagi yang menyentuh (al-lamis). Ulama Syafiiyyah sepakat bahwa orang yang menyengaja menyentuh hukumnya batal.

Adapun sisi kedua adalah orang yang disentuh (al-malmus). Bagi orang yang disentuh (tidak sengaja menyentuh) terdapat dua pendapat. Menurut pendapat yang paling shahih adalah batal, sedangkan menurut pendapat sebagian ulama tidak batal.

Pendapat kedua inilah yang kemudian melahirkan sebuah kelonggaran bagi penganut madzhab Syafi'i dalam berthawaf. Redaksi yang dikemukakan Imam Nawawi sebagai berikut.

ู…ู…ุง ุชุนู… ุจู‡ ุงู„ุจู„ูˆู‰ ููŠ ุงู„ุทูˆุงู ู…ู„ุงู…ุณุฉ ุงู„ู†ุณุงุก ู„ู„ุฒุญู…ุฉ ، ููŠู†ุจุบูŠ ู„ู„ุฑุฌู„ ุฃู† ู„ุง ูŠุฒุงุญู…ู‡ู† ูˆู„ู‡ุง ุฃู† ู„ุง ุชุฒุงุญู… ุงู„ุฑุฌุงู„ ุฎูˆูุง ู…ู† ุงู†ุชู‚ุงุถ ุงู„ุทู‡ุงุฑุฉ ، ูุฅู† ู„ู…ุณ ุฃุญุฏู‡ู…ุง ุจุดุฑุฉ ุงู„ุขุฎุฑ ุจุจุดุฑุชู‡ ุงู†ุชู‚ุถ ุทู‡ูˆุฑ ุงู„ู„ุงู…ุณ ูˆููŠ ุงู„ู…ู„ู…ูˆุณ ู‚ูˆู„ุงู† ู„ู„ุดุงูุนูŠ ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ูŠ ุฃุตุญู‡ู…ุง ุฃู†ู‡ ูŠู†ุชู‚ุถ ูˆุถูˆุกู‡ ูˆู‡ูˆ ู†ุตู‡ ููŠ ุฃูƒุซุฑ ูƒุชุจู‡ ، ูˆุงู„ุซุงู†ูŠ ู„ุง ูŠู†ุชู‚ุถ ูˆุงุฎุชุงุฑู‡ ุฌู…ุงุนุฉ ู‚ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฃุตุญุงุจู‡ ูˆุงู„ู…ุฎุชุงุฑ ุงู„ุฃูˆู„

Artinya, “Termasuk cobaan yang merata dalam thawaf adalah sentuhan dengan wanita karena berdesak-desakan. Sebaiknya bagi lelaki untuk tidak berdesak-desakan dengan para wanita tersebut. Begitu pula bagi para wanita jangan berdesakan dengan para lelaki karena kekhawatiran akan terjadi batalnya wudhu. Sesungguhnya bersentuhan salah satu dari keduanya terhadap kulit yang lain bisa menyebabkan batalnya kesucian orang yang menyentuh. Sedangkan bagi orang yang disentuh, terdapat dua pendapat dalam madzhab Syafi'i rahimahullah. Menurut pendapat yang paling sahih adalah batal wudhunya orang yang disentuh. Itu merupakan redaksi tekstual yang terdapat dalam mayoritas kitab-kitab Syafii. Adapun pendapat kedua mengatakan tidak batal. Pendapat ini dipilih oleh sebagian kecil golongan pengikut Syafi'i. Sedangkan pendapat yang terpilih adalah yang pertama,” (Lihat Imam Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj wal Umrah, Al-Maktabah Al-Imdadiyah, halaman 220-221).

Setidaknya, dari pendapat yang semula dianggap lemah karena memang bertentangan dengan pendapat yang kuat dan masyhur di kalangan Syafiiyah, oleh Imam Nawawi kemudian memberi arahan bagi orang yang thawaf untuk menggunakan pendapat minoritas sebab keadaan yang memang sangat sulit dihindari.

Antara Sayyid Abdurrahman dan Imam Nawawi dalam masalah thawaf ini dapat ditarik sebuah benang merah kesimpulan, karena sulitnya memenuhi kriteria pindah madzhab dan karena kondisi Masjidil Haram yang tidak bisa dihindari dalam masalah persentuhan lawan jenis, maka pengikut madzhab Syafi'i tidak perlu pindah madzhab. Itu yang pertama.

Yang kedua, dalam hal batalnya wudhu, mereka tetap dapat mengikuti madzhab syafi'i asalkan tidak menyengaja menyentuh lawan jenis. Selama tidak menyengaja, tidak membatalkan wudhu.

Ketiga, pendapat bahwa bersentuhan lain jenis itu tidak batal memang tidak disarankan untuk digunakan dalam kondisi normal, hanya karena cobaan yang merata bagi orang yang thawaf, pendapat ini cukup menjadi solusi dan boleh digunakan sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi. (Ahmad Mundzir)
Read More